astakajambi.com,- Beberapa waktu lalu, media sosial diramaikan dengan beredarnya video yang mengungkap bahwa produksi tas dari sejumlah merek mewah ternyata berasal dari China.
Video tersebut pun memicu perbincangan luas, termasuk di kalangan industri fesyen.
Menanggapi hal ini, pengamat mode sekaligus Wakil Ketua Indonesian Fashion Chamber (IFC), Lisa Fitria, mengatakan bahwa informasi tersebut bukanlah hal baru di kalangan tertentu.
“Sebenarnya ini sudah jadi rahasia umum yang sudah lama diketahui, hanya saja tidak semua masyarakat menyadarinya,” ujar Lisa saat dihubungi Kompas.com, Selasa (22/4/2025).
Menurutnya, isu ini kembali mencuat ke permukaan karena dipengaruhi situasi geopolitik global, terutama ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China.
Lisa menekankan bahwa publik sebaiknya tidak menilai harga tas branded semata-mata dari biaya produksinya.
Ia menjelaskan, merek-merek mewah memiliki banyak komponen biaya lain, terutama dari sisi pemasaran. Banyak brand ternama memiliki butik di pusat perbelanjaan mewah dengan desain interior yang elegan dan luas.
Selain itu, mereka rutin meluncurkan koleksi baru setiap tahun melalui peragaan busana berskala besar.
“Jangan lihat dari biaya produksi saja. Brand-brand ini menggelar fashion show yang spektakuler setiap tahunnya, yang tentu memakan biaya sangat besar,” ungkapnya.
Tak jarang, fashion show tersebut menghadirkan tokoh-tokoh terkenal dunia dan menampilkan koleksi eksklusif atau custom made.
“Biaya pemasaran bisa berkali-kali lipat dari harga produknya,” lanjut Lisa.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa harga tinggi dari produk luxury tidak hanya merefleksikan kualitas, tetapi juga menciptakan kesan eksklusif dan simbol status bagi pemakainya.
“DNA dari brand mewah itu menjual gengsi, bukan hanya sekadar produk,” tegasnya.
sumber : kompas.com